EVOLUSI DAN MANUSIA :PERSPEK

 

Disusun oleh:

Alando Wewengkang, Ruthe Mahanisa, Junet Hariyo Setiawan,

Daniel Pasaribu, Fransisco L Toruan[1]

 

Tugas Mata Kuliah Antropologi

Dosen Pengampu: Serepina Tiur MaidaSSos., M. Pd., M.I. Kom

 

A.      Pendahuluan

Alam yang dihuni oleh makhluk manusia selalu bergerak (dinamis) bukan merupakan sesuatu yang statis. Demikian pula dengan manusia yang selalu bergerak dan berubah termasuk juga ilmu-ilmu yang mempelajari keberadaan serta asal usulnya. Perubahan-perubahan tersebut secara spesifik dipelajari dalam berbagai bidang ilmu yang lebih menfokuskan pembahasan pada sebuah konsep evolusi.

Berbagai upaya untuk mencari asal-usul manusia telah dilakukan selama beradab-abad dan memunculkan berbagai hipotesa dan anasir yang juga terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Salah satu hipotesa itu digagas oleh Charles Darwin lewat bukunya yang berjudul “On the Origin of Species” yang ditulis pada tahun 1859. Lewat karyanya, Darwin menekankan bahwa evolusi terbentuk melalui seleksi alam dan hal itu menjadi teori yang paling populer dalam ilmu biologi pada masanya. Evolusi merupakan salah satu teori dalam ilmu biologi yang menyatakan bahwa berbagai jenis tumbuhan, hewan, dan makhluk hidup lainnya di bumi berasal dari jenis lain yang sudah ada sebelumnya. Tetapi teori tersebut bukan satu-satunya yang muncul, melainkan terdapat beberapa teori evolusi lain yang dirumuskan, baik sebelum maupun setelah Darwin.[2]

Para penganut evolusi atau evolusionist pasca abad ke 18 kemudian mengembangkan teori itu di dalam berbagai bidang ilmu, salah satunya adalah ilmu antropologi. Beberapa tokoh Antropologi yang melakukan itu adalah L.H. Morgan, seorang ahli hukum Amerika yang menulis buku tentang evolusi masyarakat yang berjudul “Ancient Society” (1877).

Selain itu juga ada P.W. Schmidt, tetapi ia lebih memfokuskan perhatiannya terhadap persoalan sejarah asal mula penyebaran kebudayaan suku-suku bangsa di seluruh dunia. Antropologi dianggap menjadi bagian dari ilmu sejarah yang memfokuskan pada masalah-masalah asal mula kebudayaan, evolusi, dan masalah persebaran kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi ini.

Berkaitan dengan evolusi, dalam antropologi hal itu menjadi bagian atau fokus utama dari antropologi fisik (physical anthropology). Evolusi menjadi rumpun teori penting di dalam Antropologi.[3] Pada perkembangannya, perspektif evolusionlisme secara lambat laun ditinggalkan orang. Terlebih pada saat teori Darwin mulai runtuh. Tapi sebenarnya hal tersebut disebabkan oleh keberhasilan para antropolog dalam membangun teori-teori yang lebih kompleks dan beragam tentang fenomena manusia, masyarakat dan kebudayaan. Pada perkembangannya, evolusi tidak berakhir dalam sebuah teori tetapi kembali menjadi konsep yang terus berkembang dan digunakan dalam berbagai cabang keilmuan utamanya dalam Antropologi.

Keberhasilan para antropolog dalam membangun konsep dan teori telah mengubah wajah evolusi itu sendiri. Teori evolusi pun terus berkembang   bahkan   pemahaman awal tentang evolusi berbeda dengan pemahaman tentang evolusi masa kini. Semua itu dipengaruhi oleh berbagai hal yang menakjubkan, salah satu yang menakjubkan itu tidak lain adalah manusia itu sendiri.

Berangkat dari berbagai fakta dan persoalan di atas, maka paper ini berusaha untuk menjelaskan pandangan dasar tentang kedudukan makhluk manusia dengan makhluk lain serta menguraikan konsep dasar evolusi manusia dengan segala aspek yang menyertainya dalam konteks ilmu antropologi. Dalam pada itu, pembahasan dalam tulisan ini akan dibagi kedalam tiga sub bab yaitu tentang kedudukan manusia diantaran makhluk lain, evolusi dan ciri biologis serta evolusi manusia dan perimata.

B.      Manusia diantara Makhluk Lain

Sebagaimana telah dijelakan dalam bab terdahulu, manusia adalah makhluk yang sangat menarik untuk dikaji. Pengkajian tentang manusia bahkan sudah dilakukan sejak zaman Yunani Kuno melalui pernyataan Sopocles yang mengatakan bahwa “dunia ini penuh dengan hal-hal yang menakjubkan, namun yang paling menakjubkan diantara semua itu adalah manusia”.[4]

Manusia adalah salah satu fokus utama kajian Antropologi baik sebagai makhluk individu, masyarakat, suku bangsa dan kebudayaan serta perilakunya. Dalam ilmu Antropologi manusia tidak dipandang sebagai makhluk yang terpisah, tetapi dilihat secara holistik sebagai satu kesatuan fenomena Bio-Sosial. Pada perkembangannya, Antropologi mulai menelisik manusia melalui pendekatan ilmiah dengan berbagai indikator yang menjelaskan awal manusia hidup dan cara mempertahankan kehidupannya di muka bumi[5].

Apa yang telah diuraikan di atas didukung dengan pernyataan Haviland yang menyebutkan bahwa antropologi merupakan studi tentang manusia dan terus berupaya untuk menyusun berbagai generalisasi yang memiliki manfaat tentang manusia, suku, kebudayaan serta perilakunya, untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia [6].

Berdasarkan pada penjelasan di atas, maka dapat dipahami adanya perbedaan antara manusia dengan makhluk lain sebagai makhluk berdaya yang memiliki pola hidup masyarakat, memiliki suku bangsa, memiliki kebudayaan memiliki kecenderungan atau perilaku yang saling berkaitan antara manusia satu dengan yang lain atau antar kelompok masyarakat. Berkaitan dengan sudut pandang tersebut, maka kemudian melahirkan pendekatan-pendekatan dalam menjawab berbagai pertanyaan seperti mengapa terdapat manusia yang berkulit hitam? mengapa manusia memiliki bahasa yang berlainan? dan apa sebab laki-laki diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu? Dan lain sebagainya[7].

Meskipun pertanyaan tersebut terlihat sedang mempelajari aspek kehidupan manusia yang berlainan, tetapi ada satu kesamaan dimana pertanyaan tersebut berkaitan dengan ciri khas yang dimiliki bersama oleh suatu bangsa. Hal ini yang menjadi sebab lahirnya cabang-cabang Antropologi seperti aerkologi, antropologi linguistik, etnologi dan seterusnya. Tentu saja hal itu tidak dapat diterapkan pada makhluk yang lain.

Berdasarkan pada penjelasan di atas, manusia dapat diklasifikasikan sebagai makhluk individu yang bermakna tidak terbagi atas suatu kesatuan. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur jiwa dan raga. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut lagi sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya. atau ada unsur raga dan jiwanya.

Jadi pengertian manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada dalam diri individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi, sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki kebutuhan jasmani dan rohaninya, kebutuhan fisik dan psikisnya, kebutuhan raga dan jiwanya. Setiap manusia memiliki keunikan atau ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama.

Dari sekian banyak manusia ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Sekalipun orang itu terlahir secara kembar mereka tidak ada yang memiliki ciri fisik atau psikis yang persis sama. Setiap anggota fisik manusia tidak ada yang persis sama meskipun sama-sama terlahir sebagai manusia kembar [8].

Kedua, manusia sebagai makluk social. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari pengaruh orang lain. Selama manusia hidup ia tak akan lepas dari pengaruh masyarakat, di rumah, di sekolah dan di lingkungan yang lebih besar manusia tidak lepas dari pengaruh orang lain. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai makhluk social yaitu makhluk yang di dalam hidupnya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial juga dikarenakan pada diri manusia itu ada dorongan untuk berhubungan dengan orang lain. Ada kebutuhan sosial untuk hidup berkelompok dengan orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk mencari kawan atau teman. Kebutuhan untuk berteman dengan orang lain seringkali didasari atas kesamaan ciri atau kepentingannya masing-masing.

Manusia berbeda dengan hewan untuk mempertahankan hidupnya ia dibekali dengan akal. Insting yang dimiliki manusia sangat terbatas, ketika bayi lahir misalnya ia hanya memiliki insting menangis, bayi lapar maka ia akan menangis, kedinginan ia pun menangis. Manusia memiliki potensi akal untuk mempertahankan hidupnya. Namun potensi yang ada dalam diri manusia itu hanya mungkin berkembang bila ia hidup dan belajar di tengah-tengah manusia. Untuk bisa berjalan saja manusia harus belajar dari manusia lainnya.

Selanjutnya, dari sudut pandang biologi, manusia hanya merupakan satu jenis makhluk di antara lebih dari sejuta jenis makhluk lain yang pernah atau masih menduduki bumi ini. Pada abad ke-9 ahli biologi Charles Darwin, mengemukakan teorinya tentang evolusi manusia. Menurut teori tersebut, makhluk hidup tertua di bumi terdiri dari makhluk-makhluk satu sel seperti protozoa. Dalam jangka waktu ratusan tahun timbul dan berkembang bentuk-bentuk hidup berupa makhluk-makhluk dengan organisme yang makin lama makin kompleks dan dalam waktu terakhir berevolusi makhluk seperti kera dan manusia [9].

Menurut Darwin dalam teori evolusi, dulu nenek moyang manusia adalah makhluk satu sel yang sangat sederhana seperti Protozoa, seiring dengan berjalannya waktu selama beratus-ratus juta tahun lamanya, makhluk tersebut terus berevolusi menjadi organisme yang makin kompleks, dan evolusi terakhir menjadi makhluk-makhluk seperti kera dan manusia. Singkatnya, manusia adalah hasil dari evolusi dari makhluk-makhluk sebelumnya. Dan hasil terakhir dari proses evolusi manusia disebut dengan Manusia sekarang atau Homo Sapiens.

Sebelum hadirnya Darwin, pada kisaran abad 18 sudah banyak pakar yang melakukan eksperimen terhadap beberapa jenis hewan peliharaan. George L, Buffon telah menemukan adanya kecenderungan untuk melepaskan diri dari type-type asli sesuai dengan perjalanan waktu. Ia memandang bahwa peruabahan semacam itu disebabkan oleh adanya gradasi secara bertahap dan sebagai akibat dari kawin silang[10].

Berdasarkan pada sudut pandang di atas, dapatlah dikatakan bahwa manusia adalah evolusi paling sempurna dalam arti terus melakukan perubahan dari waktu ke waktu dalam rangka untuk mencari kesempurnaan. Sekalipun pada perkembangannya perspektif evolusi mulai menuai bantahan dan tidak mendapatkan bukti, tetapi evolusi itu sendiri digunakan oleh Antropologi dalam menguraikan perubahan-perubahan yang berkaitan dengan manusia yang mencakup budaya, suku dan lain sebagainya.

 

C.      Evolusi dan Ciri Biologis

Evolusi dan ciri biologis berkaitan erat dengan perspektif evolusi sebagaimana telah diuraikan pada sub sebelumnya. Dalam proses evolusi, bentuk-bentuk mahluk yang baru timbul sebagai proses bercabangan dari bentuk-bentuk mahluk yang lebih tua. Dalam proses tersebut ciri-ciri biologi yang baru terwujud pada organisme suatu mahluk tertentu dan menyebabkan terjadinya bentuk yang agak berbeda dari bentuk organisme induk yang lama. Bentuk baru tadi terus berubah, dan dalam jangka waktu yang cukup lama perbedaan bentuk organisme mahluk induk yang lama dengan mahluk cabang yang baru makin lama makin besar.

Berkaitan dengan itu, kemudian timbul pertanyaan yang mendasar, sebab tanpa disadari telah muncul beberapa spesies baru yang lahir berbeda dengan spesies lama. Bahkan, tidak jarang muncul suatu mahkluk baru yang secara fisik berbeda dari mahkluk lainnya[11].

Para ahli menjelaskan bahwa ciri biologi itu berada di dalam “gen”, dari setiap organisme, baik bersel satu maupun organisme mahkluk kera dan manusia yang terdiri dari beberapa triliun sel. Pada mahkluk yang organisme-nya kompleks (misalnya kera dan manusia), sel-sel yang membentuk tubuhnya hampir berjumlah lebih dari 10 triliun, yang masing-masing berbeda fungsi dan tugasnya dalam organisme. Walupun demikian, tiap sel memiliki inti yang sama. Inti sel manusia, misalnya, terdiri dari 46 bagian yang mirip ulat-ulat kecil yang terdiri dari serat-serat  berspiral, di sebut kromoson [12].

Pada kromoson-kromoson inilah terletak beribu-ribu pusat kekuatan dengan berbagai macam struktur biokimia yang khas, yang menybabkan suatu ciri yang khusus yang dimiliki organisme yang bersangkutan. Satu pusat kekuatan seperti itulah yang di sebut dengan gen. satu gen, atau kombinasi dari beberapa gen, menjadi penyebab dari satu ciri lahir dari organisme, sedang gen lainya penyebab dari beberapa ciri lahir. 

Perbedaan-perbedaan tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa proses yang dapat dijelaskan sebagai berikut:[13]

           1.     Proses Mutasi

Proses mutasi adalah proses yang berasal dari dalam tubuh organisme. Suatu kondisi penerusan keturunan yang telah berabad-abad lamanya, dalam penerusan keturunannya terbentuk penyimpangan genetis dalam zygote-nya. Akibatnya, individu yang kemudian lahir muncul dengan ciri tubuh yang berbeda dengan induknya dalam proses penerusan keturunan selanjudnya, mahkluk baru ini beranak-anak sehingga yang kemudian berkembang adalah mahkluk baru dengan ciri-ciri yang telah berubah dengan induknya.

           2.     Proses Seleksi Alamiah dan Adaptasi

Dalam frekuensi gen dengan sifat-sifat yang merugikan atau kurang dapat menyesuaikan diri menjadi lebih kecil dan frekuensi gen dengan sifat-sifat adaptif akan bertambah besar. Dari waktu ke waktu individu yang tidak bertahan akan semangkin berkurang jumlahnya, bahkan ada kecendrungan akan punah. Populasi yang tidak punah biasanya menjadi lebih cocok dengan lingkungannya. Mahkluk yang dapat bertahan hidup dialah yang mampu melahirkan keturunannya dan memperkembangkan jenisnya. Akibatnya, individu generasi berikutnya bertahan dengan ciri spesies yang baru.

           3.     Proses Menghilangkan Gen Secara Kebetulan

Proses menghilangkannya gen secara kebetulan juga dikenal dengan proses penyimpangan genetis. Proses ini terjadi pada suatu mahkluk dan memang benar-benar secara kebetulan belaka (random genetic driff). Peristiwa ini sering muncul dalam rangka sejarah politik migrasi suatu bangsa. Misalnya berkumpulnya orang-orang berambut lurus, tetapi pembawa sifat rambut keriting. Dalam perkembangan selanjudnya akibat sebagian anggota masyarakatnya tercerai-berai, tidak ada kelompok berambut keriting atau pembawa sifat rambut keriting. Akhirnya penerusan keturunan hanya berlangsung dalam kelompok manusia berambut lurus. Dalam beberapa generasi sifat rambut kerintingnya akan musnah dan akan muncul rambut lurus tanpa pembawa sifat rambut keriting sama sekali.

 

D.      Evolusi Primata dan Manusia

Proses percabangan mahluk primat, manusia adalah suatu jenis makhluk primat yang telah bercabang melalui proses evolusi. Soal asal-mula dan proses evolusi manusia serta khusus dipelajari dan di teliti oleh sub-ilmu dari antropologi biologi, yakni ilmu paleoantropologi, yang menggunakan fosil manusia yang tersimpan dalam lapisan-lapisan bumi selama berabad-abad, sebagai bahan penelitian. Namun karena manusia merupakan suatu cabang yang termuda dari mahkluk primat pada umumnya.

Di pandang dari sudut biologi manusia merupakan suatu macam makhluk di antara mahkluk-makhluk lain. Manusia diklasifikasikan ke dalam golonganmakhluk menyusui atau mamalia. Kelas mamalia ini terdapat satu sub-golongan atau suku yaitu suku primat. Selanjutnya, perkembangan suku primat ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini[14]:

Gambar 1 Suku Primat dan Sub-Sub Golongannya


 


Bagan  di atas menggambarkan tempat makhluk manusia di dalam alam makhluk primat pada umumnya. Manusia adalah primata yang paling sempurna karena memiliki struktur saraf pusat, substansial dan susunan otak, yang berfungsi untuk berfikir, fungsi gerak, fungsi bicara, fungsi merasa, dan berbagai fungsi lainnya yang dikendalikan oleh otak manusia.

 

 

 

 

 

Gambar 2 Konsepsi Missing Link dan Konsepsi Makhluk 




 Berdasarkan penjelasan dan gambar diatas dapat dipahami bahwa dari sudut pandang ilmu antropologi, manusia dipandang dari sisi manusia sebagai makhluk primate (biologi) dan manusia sebagai makhluk sosiobudaya.

 

E.      Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan yang telah dilakukan, maka pertanyaan alwal dalam tulisan ini dapat dijawab melalui kesimpulan. Tulisan ini memiliki kesimpulan sebagai berikut:

           1.     Bahwa antropologi memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap makhluk manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia dipandang, dipelajari secara holistic meliputi segala hal yang melekat pada diri manusia termasuk suku, kebudayaan serta perilaku manusia. Dalam pada itu manusia dipandang sebagai makhluk indibvidu dan juga makhluk social yang sekaligus menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Hal itulah yang kemudian melahirkan cabang-cabang ilmu antropologi.

           2.     Teori evolusi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap ilmu Antropologi. Hal itu disebabkan oleh banyaknya antropolog yang mengikuti teori evolusi. Seiring dengan semakin runtuhnya teori evolusi serta minimnya bukti, para ahli antropologi kemudian membangun kembali konsep evolusi melalui pendekatan ilmiah yang lebih lengkap, tidak hanya mencakup antropologi fisik semata tetapi menyebar ke semua cabang ilmu antropologi.

           3.     Dari aspek biologi, evolusi terbantahakan dengan adanya perbedaan spesies lama dengan spesies baru. Tetapi hal itu mampu dijawab oleh para antropolog yang menjelaskan bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh proses mutase, seleksi alam, adaptasi dan proses penghilangan gen secara kebetulan. Berkaitan dengan evolusi manusia dengan perimata juga dapat dijawab secara ilmiah. Manusia dipandang sebagai adalah primata yang paling sempurna karena memiliki struktur saraf pusat, substansial dan susunan otak, yang berfungsi untuk berfikir, fungsi gerak, fungsi bicara, fungsi merasa, dan berbagai fungsi lainnya yang dikendalikan oleh otak manusia. Dari sudut pandang ilmu antropologi, manusia dipandang dari sisi manusia sebagai makhluk primate (biologi) dan manusia sebagai makhluk sosiobudaya.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anouilh, Jean, and Ted Freeman, Antigone (A&C Black, 2000)

Ferry, Dharma, Tomi Santosa, and Dairabi Kamil, ‘Pengetahuan Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kerinci Tentang Teori Asal Usul Manusia’, Bioeduca: Journal of Biology Education, 1.1 (2020), 12–17

Hardi, Etmi, ‘Atropologi Fisik.’, 2003

Haviland, William A, Harald E L Prins, and Bunny McBride, Anthropology: The Human Challenge (Cengage Learning, 2013)

Ihromi, Tapi O, Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Yayasan Obor Indonesia, 1999)

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, ‘Rineka Cipta’ (Jakarta, 2011)

Mukherjee, Siddhartha, Gen (Kepustakaan Populer Gramedia, 2020)

Soendari, Tjutju, ‘Metode Penelitian Deskriptif’, Bandung, UPI. Stuss, Magdalena & Herdan, Agnieszka, 17 (2012)

Syam, Nur, Madzhab-Madzhab Antropologi (LKIS Pelangi Aksara, 2007)

Wiranata, I Gede A B, and M H SH, Antropologi Budaya (Citra Aditya Bakti, 2011)

 

 

[1] Kelompok I Tugas Mata Kuliah Antropologi, Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular, 2022

[2] Dharma Ferry, Tomi Santosa, and Dairabi Kamil, ‘Pengetahuan Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Kerinci Tentang Teori Asal Usul Manusia’, Bioeduca: Journal of Biology Education, 1.1 (2020), 12–17.

[3] Nur Syam, Madzhab-Madzhab Antropologi (LKIS PELANGI AKSARA, 2007).

[4] Jean Anouilh and Ted Freeman, Antigone (A&C Black, 2000).

[5] Pengantar Antropologi Koentjaraningrat, ‘Rineka Cipta’ (Jakarta, 2011).

[6] William A Haviland, Harald E L Prins, and Bunny McBride, Anthropology: The Human Challenge (Cengage Learning, 2013).

[7] Tapi O Ihromi, Pokok-Pokok Antropologi Budaya (Yayasan Obor Indonesia, 1999).

[8] Tjutju Soendari, ‘Metode Penelitian Deskriptif’, Bandung, UPI. Stuss, Magdalena & Herdan, Agnieszka, 17 (2012).

[9] Koentjaraningrat.

[10] Etmi Hardi, ‘Atropologi Fisik.’, 2003.

[11] I Gede A B Wiranata and M H SH, Antropologi Budaya (Citra Aditya Bakti, 2011).

[12] Siddhartha Mukherjee, Gen (Kepustakaan Populer Gramedia, 2020).

[13] Wiranata and SH.

[14] Koentjaraningrat.

Komentar

  1. Tks .. materinya bermanfaat sekali dan terus berbagi yaa

    BalasHapus
  2. Bagus tulisannya. Semangat terus ya menulisnya supaya berguna untuk orang banyak.

    BalasHapus

Posting Komentar